STRATEGI PERENCANAAN KESEHATAN
BAB I
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan
ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Dalam pengukuran
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama
selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat
dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian
ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Angka
kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup
(2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi
307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur harapan hidup meningkat dari
65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur harapan hidup meningkat dari
dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun (2003).Prevalensi gizi kurang
(underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi
27,5 persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat
sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas
30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan
Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi
lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah perkotaan
cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.Angka kesakitan yang
tinggi terjadi pada anak-anak dan usia di atas 55 tahun, dengan tingkat
morbiditas lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sepuluh penyakit dengan
prevalensi tertinggi adalah penyakit gigi dan mulut, gangguan refraksi dan
penglihatan, ISPA, gangguan pembentukan darah (anemia) dan imunitas,
hipertensi, penyakit saluran cerna, penyakit mata lainnya, penyakit kulit,
sendi dan infeksi nafas kronik. Selain itu Indonesia juga menghadapi ”emerging
diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya, SARS,
Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases” seperti malaria
dan TBC.Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu
fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan,
pembiayaan dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu
Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling,
telah didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah
Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002
unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan
dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat
dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak
transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang
terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan
kesehatan perorangan belum dapat berjalan dengan optimal.Di bidang obat dan
perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220 obat. Penggunaan obat generik
dan obat tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat
nasional telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian
alat-alat kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan
perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan
mudah oleh masyarakat. Selain itu obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya
dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar.
Pengawasan terhadap keamanan dan mutu obat dan makanan telah dilakukan lebih
luas meliputi produk pangan, suplemen makanan, obat tradisional, kosmetika,
produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan penyidikan kasus tindak
pidana. Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada
hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang
SDM adalah inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah
kesehatan. Walaupun rasio SDM kesehatan telah meningkat, tetapi masih jauh dari
target Indonesia Sehat 2010 dan variasinya antar daerah masih tajam. Dengan
produksi SDM kesehatan dari institusi pendidikan
saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai. Pada tahun 2003, rasio tenaga
dokter 17.47, dokter spesialis 5.2,
Perawat 108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000
penduduk Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan
diterapkannya desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah
kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas
SDM daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi,
terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi
kesehatan yang tidak konsisten.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui gambaran masalah kesehatan masyarakat yang ada di
Indonesia saat ini
2. Untuk
mengetahui strategi paradigma kesehatan.
3. Untuk mengetahui konsep baru tentang
makna sehat.4. Untuk mengetahui
sasaran dan strategi utama pembangunan kesehatan. .
II.PEMBAHASAN
A. Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Dewasa ini di
Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu
mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia
pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, GAKY
terutama didaerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok
mahasisiwa, anak-anak usia sekolah, masih tingginya angka BBLR, serta bagaimana
mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus
ditangani secarasungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas
bahan baku
sumber daya manusiaIndonesia di masa yang akan datang. Perubahan masalah
kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan berupa
transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku.
Transisi kesehatan ini padadasarnya telah menciptakan bebab ganda (double
burden) masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong
peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut
sermentara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda
atas penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular
yang meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang
dibarengi dengan gizi lebih.4.
Tansisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional
menjadi modern yang cenderung membawa risiko.Masalah kesehatan tidak hanya
ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai
dengan adanya perasaaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada
lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan
kesehatan atau sakit . Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit
diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya
atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada
mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak
banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran,
peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85%
masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.Dengan adanya
tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan paradigma
dan konsep pembagunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan yang
dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain:
1. Masih tingginya disparitas status kesehatan.
Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan
tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan,
dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi.
2. Status kesehatan penduduk miskin masih
rendah.
3. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit
yang diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu
yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia
menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)
4. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan masih rendah.
5. Terbatasnya tenaga kesehatan dan
distribusinya tidak merata.
6. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung
pola hidup bersih dan sehat.
7. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan.
Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat
kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan
merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem
kesehatan kewilayahan.
9. Lemahnya dukungan peraturan
perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, penilaian
hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat,
obat asli Indonesia,
dan sistem informasi.
B. Strategi Paradigma Kesehatan
Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran
manusia terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman
ataupun dari penelitian.
Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka
memasuki era reformasi untuk
Indonesia
baru telah terjadi perubahan pola pikirdan konsep dasar sdtrategispembangunan
kesehatan dal;am bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan
cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya pengobatan
(kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam
menangani masalah kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat
kembali prioritas dn penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan
penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan
pembangunan.
Untuk membentuk manusia, Indonesia menjadi sumber daya
manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan
apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan
pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tiadk bias dilakukan melalui
pengobatan yang sedikit saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan
adalah paradigma atau konsep yang semula menekankan pada penyembuhan penyakit
berupa pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya
peningkatan kesehatan dari sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit
agar bias lebih berkontribusi dalam pembangunan.
C. Konsep Baru
Tentang Makna Sehat
Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan
pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap
kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan yunani bahwa sehat itu sebagai virtue,
sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.
Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi
Cartesian yang verorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan
bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental
dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan
kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat
apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab
penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan
seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan
unsure hidup produktif social dan ekonomi.Definisi terkini yang dianut di
beberapa negara maju seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat produktif.
Sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif.
1. Paradigma Baru
Kesehatan
Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep
sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di
dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan
masyarakt baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala
nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Setelah deklarasi Alma Ata HFA-Year 2000 (1976), pertemuan
Mexico (1990) dan Saitama (1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan
secara bertahap beralih dari orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan
tersebut antara lain disebabkan oleh:
a. Transisi epidemiology pergeseran angka
kesakitan dan kematian yang semula disebabkan oleh penyakit infeksi ke penyakit
kronis, degeneratif dan kecelakaan.
b. Perubahan
konsep dari Cartesian ke holistic fiosofi.
c. Batasan
tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana
d. Makin jelasnya
pemahaman kita tentang factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
penduduk.Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam
tulisannya secara jelas mengatakan bahwa “ status kesehatan penduduk bukanlah
hasil pelayanan medis semata-mata”. Akan tetapi factor-faktor lain seperti
lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan terhadap status kesehatan
penduduk, dimana perubahan pemahaman dan pengetahuan tentang determinan
kesehatan trsebut, tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dalam upaya
pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti membuat peraturan perundang-undangan
yang penting dalam Undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 terutama yang
berkaitan dengan upaya promotif dan preventif sebagaimana tujuan program
kesehatan dalam GBHN.
2. Upaya KesehatanProgram kesehatan yang
mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam jangka panjang dapat menjadi
bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri, maka untuk menyongsong PJP-II
program kesehatan yang diperlukan adalah program kesehatan yang lebih “efektif”
yaitu program kesehatan yang mempunyai model-model pembinaan kesehatan (Health
Developmenn Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang
diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi
PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Mempersiapkan bahan
baku sumber daya manusia yang berkualitas
untuk 20-25 tahun mendatang.
b. Meningkatkan
produktivitas sumber daya manusia yang ada.
c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran
melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif.
d. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang
sakit.
e. Promosi kesehatan yang memungkinkan
penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh (Peningkatan vitalitas).
Pendusuk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.
f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi:
bumil, bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran.
g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan
pencemaran lingkungan serta perlindungn masyarakat terhadap pengaruh lingkungan
buruk (melalui perubahan perilaku)
h. Penggerakan
peran serta masyarakat.
i. Penciptaan lingkungn yang memungkinkan
masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat.
j. Pendekatan
multi sector dan inter disipliner.
k. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi
perlindungan pada kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di
tempat umum).
l.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan desar bagi yang sakit.
Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan
bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan.
3. Kebijakan
Kesehatan Baru
Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan
pada upaya promotif-preventif dbandingkan dengn upaua kuratif dan rehabilitatif
diharapkan merupakan titik balik kebijakan Depkes dal;am menangni kesehatan
penduduk yang berarti program kesehatan yang menitik beratkan pada pembinaan
kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan
bahwa hampur setiap terobosan baru perlu didahului dengan perubahan paradigma
untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama. Upaya kesehatan di masa
dating harus mampu menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat
produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat mengantarkan setiap
penduduk memiliki status kesehatan yang cukup.
4. Konsekuensi Implikasi dari Perubahan
ParadigmaPerubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa
dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya
kesehaan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan
wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung
terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya
promotif-preventif proaktif, community centered, partisipasi aktif dan
pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang
perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan
dan program di pusat penyuluhan kesehatan.
5. Indikator
Kesehatan Indicator-indikator kesehatan yang digunakan dewasa ini yaitu
IMR,CDR, One Expectancy, masih cocok disebut sebagai indicator kesehatan
penduduk.
Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang tepat
digunakan adalah indicator positif, bukan hanya indicator negatif (sakit,mati)
yang dewasa ini masih dipakai. WHO menyarankan agar sebagai indicator kesehatan
penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut:
a. Melihat ada
tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang.
b. Mengukur kemampuan fisik
c. Penilaian
atas kesehatan sendiri
d. Indeks massa
tubuh
e. BMI INDIKTOR
NEGATIF - INDIKATOR POSITIF
Kurang sesuai dengan paradigma sehatLebih mudah diukurAngka
kesakitanAngka kematianAngka kematian bayiAngka aborsiRasio dokter/pendudukYears
of disable lifeBerat/tinggi badanSmoking related diseasesBanyaknya air
terkontaminasi Sesuai dengan paradigma baruAgak sulit diukurAngka
kesehatanAngka kesehatan ibuChild survival rateAngka hari produktifRasio
penyuluh/pendudukYears of disability-free lifeFat kevel comsumtionSmoking
related healthJumlah penyediaan air bersih.
6. Tenaga
Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya
kesehatan yang menekankan penyembuhan penyakit adalah sangat penting.
Pengelolaan upaya kesehatan dan
pembinaan bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas,
menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak
individual.
Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotifasi dan
memberdayakan masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu
mengelola system pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, mampu menjadi
pemimpin, pelopor, pembinan dan teladan hidup sehat.
7. Pemberdayaan
Masyarakat
Dalam pembinaan dan pemberdayaan mayarkat yang sangat
penting adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat
tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi
sumber dana yang ada pada mereka.
8. Kesehatan dan
Komitmen Politik.Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh
karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen
politik.Dewasa ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk
tidak banyak berperan terhadap pembangunan social ekonomi.
Para penentu kebijakan
banyak beranggapan sector kesehatan lebih merupakan sector konsumtif ketimbang
sektor produktif sebagai penyedia sumber daya manusia yang berkualitas,
sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap
sector ini tidak akan meningkat.
D. Strategi dan
Sasaran Utama Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam
melaksanakan pembangunan kesehatan di tengah beban dan permasalahan kesehatan
yang semakin pelik, dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya. Dalam
mengatasi masalah kesehatan dapat digunakan beberapa strategi utama, antara
lain: Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa
menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta
seluruh keluarga sadar gizi. Meningkatkan
akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin
mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok
masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit; di setiap desa tersedia SDM
kesehatan yang kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat
kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan
dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap
rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu.
Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi
kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian
penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan
ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah
penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan
dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan
kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan
standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence
based di seluruh Indonesia.
Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan
kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah;
anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi
kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi
rakyat miskin.
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia
Sehat 2010 adalah :
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan Semua kebijakan
pembangunan nasional yang sedang dan atu akan diselenggarakan harus memiliki
wawasan kesehatan. Artinya program pembangunan nasional tersebut harus
memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya
terhadap dua hal. Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua,
terhadap pembentukkan peilaku sehat. Adalah amat diharapkan setiap program
pembangunan yang diselenggarakan di Indonesia dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat
tersebut. Sedangkan secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang
sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya
derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Jika diketahui pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakn
melalui upaya promotif dan preventif, bukan upaya kuratif dan rehabilitatif,
maka seyogyanyalah kedua pelayanan yang pertaama tersebut dapat lebih
diutamakan. Untuk terselengggaranya pembangunan berwawasan kesehatan perlu
dilaksanankan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan sehingga
semua pihak yang terkait (stakeholders) memahami dan mampu melaksanakan
pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu, perlu pula dilakukan kegiatan
penjabaran lebih lanjut dari konsep tersebut sehingga benar benar menjadi
operasional serta terukur segala pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
2. Profesionalisme Profesionalisme dilaksanakan melalui
penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai
moral dan etika. Untuk terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung
oleh penerapan pelbagaikemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untukterwujudnya
pelayanan kesehatan yang seperti ini, jelaslah pengembangan sumber daya manusia
kesehatan dipandang mempunyai peranan yang amat penting. Pelayanan kesehatan
profesional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana,
yakni sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi. Lebih dari itu, untuk terselenggaranya pelayanan kesehatanyang
bermutu, perlu pula didukung oleh penerapan nilau-nilai moral dan etika profesi
yang tinggi. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, semua
tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik
profesi. Pelaksanaan perilaku yang dituntut dari tenaga kesehatan seperti
diatas perlu dipantau secara berkala melalui kerjasama dengan pelbagai
organisasi profesi. Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan dilaksanakan
penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan
kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan
peningkatan kualitas lainnya.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Untuk
memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran
serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam pembiayaan.
JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan
dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran
serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai
peranan yang besar pula dalam turut mempercepat pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan Dalam konteks penataan sub sistem pelayanan kesehatan,
strategi JPKM akan lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, yang
apabila berhasil dilaksanakan, dinilai lebih efektif dan efisien dalam
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di samping berpengaruh positif
pula dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk terselenggaranya
strategi tersebut akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi, kampanye dan
pelatihan untuk semua pihak yang terkait sehingga mereka memahami konsep dan
program JKPM. Selain itu, akan dikembangkan pula peraturan perundang-undangan,
pelatihan Badan Pelaksana JPKM, dan pengembangan unit pembina JPKM agar
strategi JPKM dapat terlaksana dengan baik.
4. Desentralisasi Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan,
penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan
potensi spesifik masing-masing daerah. Desentralisasi yang inti pokoknya adalah
pendelegasian wewenang yang lebihbesar kepada pemerintah daerah untuk mengatur
sistem pemerintahan dan rumah tangga sendiri memang dipandang lebih sesuai
untuk pengelolaan pelbagai pembangunan nasional pada masa mendatang. Tentu saja
untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan,
termasuk yang terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber
daya manusianya. Untuk terselenggarnya desentralisasi akan dilakukan kegiatan
analisa dan penentuan peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan,
penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa
kemampuan daerah, pengembangan sumber daya manusia daerah, pelatihan,
penempatan kembali tenaga dan lain-lain kegiatan sehingga strategi
desentralisasi dapat terlaksana secara nyata.Adapun sasaran pembangunan
kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan derajat
kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama penduduk
miskin, terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin pada beberapa
indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya
proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;
2. Meningkatnya proporsi keluarga yang
memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
3. Meningkatnya
cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
4. Meningkatnya
cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;
5. Meningkatnya
tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;
6. Meningkatnya
tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;
7. Meningkatnya
cakupan imunisasi;
8. Menurunnya angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare,
dan HIV/AIDS;
9. Menurunnya
prevalensi kurang gizi pada balita;
10. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;
11. Meningkatnya ketersediaan obat esensial
nasional;
12. Meningkatnya
cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat
tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan
produk pangan;
13. Meningkatnya penelitian dan pengembangan
tanaman obat asli Indonesia;
14. Meningkatnya
jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang
ditetapkan; dan
15. Meningkatnya jumlah penelitian dan
pengembangan di bidang pembangunan kesehatan.Berdasarkan Peraturan Presiden
No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2004-2009, telah ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan pada akhir
tahun 2009 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian
sasaran tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan kesehatan
yaitu :
- Meningkatnya
umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun
- Menurunnya
angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup
- Menurunnya
angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran
hidup
- Menurunnya
prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8 % menjadi 20%.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, Departemen
Kesehatan telah bertekad untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut :
- Berpihak pada Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Departemen
Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa
membedakan suku, golongan agama, dan status sosial ekonomi.
- Bertindak cepat dan tepat.
Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat
darurat harus dilakukan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti
dengan pertimbangan yang cermat, sehingga dapat mengenai sasaran dengan
intervensi yang tepat.
- Kerjasama tim
Dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus
dibina kerja tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan sinergisme
- Integritas tinggi.
Dalam melakasanakan tugas, semua anggota Departemen
Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran, berkepribadian yang teguh,
dan bermroral tinggi.
- Transparan dan akuntabilitas
Semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakaan
oleh Departemen Kesehatan, harus dilaksanakan secara transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan dan depertanggungugatkan kepada publik.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Paradigma sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan
kesehatan yang memandang masalah kesehatan sebagai suatu variable kontinyu,
direncanakan dalam suatu system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang
senantiasa bersifat promotif untuk mengentaskan kesehatan masyarkat, oleh
tenaga kesehatan professional bersama masyarakat yang partisipatif Selain itu,
dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan masyarakat tidak
semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan memakai indicator
negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka
kesehatan (indicator Positif). Nilai indicator positif ini diperoleh sebagai
dampakdari upaya kesehatan promotif yang telah dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan professional dan didukung besarnya penempatan biaya upaya promotif
yang sesuai.
Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan
kesehatan masyarakat dititik beratkan pada:
1. Promosi kesehatan, peningkatan vatalitas
penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit melalui olah
raga, fitness dan vitamin.
2. Pencegahan
penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak.
3. Pencegahan pengendalian penanggulangan,
pencemaran lingkungan serta perlindungan masyarakat terhadap penganruh buruk
(melalui perubahan perilaku).
4. Memberi
pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis.
Paradigma sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan
untuk semua sehat di tahun 2010, diamana mengarah kepada mempertahankan kondisi
sehat dan tidak sakit dan produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan
preventif ketimbang upaya kuratif yang hanya menekankan pada upaya penanganan
orang-orang sakit.
B. SARAN
1. Pembangunan kesehatan harus dipandang
sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2. Komitmen dan kerjasama antara Negara
berkembang dengan Negara maju untuk
mencapai MDG.
3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan
karenan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas
kesehatan penduduk dalam upaya pembangunan kesehatan khususnya di indonesia.
4. Peningkatan pemberdayakan masyarakat,
kerjasama dengan semua pelaku pembangunan kesehatan, khususnya dengan Tim
Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) di semua jenjang
administrasi pemerintahan dalam pembangunan kesehatan.
5. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada
tahap sekarang ini harus diarahkan pada upaya bagaimana membina bangsa yang
sehat dan bukan bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.