Pages

Tuesday, November 22, 2011

Arti Strategis Neraca Bahan Makanan Regional


Arti Strategis Neraca Bahan Makanan Regional

Stomach cannot wait, merupakan ungkapan yang tepat mengenai begitu pentingnya arti dan kedudukan pangan dalam segala aspek kehidupan manusia. Konsekuensinya, ketersediaan pangan mutlak diperlukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

Penyediaan pangan yang cukup, beragam, bergizi dan berimbang, baik secara kuantitas maupun kualitas, merupakan fondasi yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa. Kekurangan pangan berpotensi memicu keresahan berdampak pada masalah sosial, keamanan, dan ekonomi.

Besarnya persediaan pangan suatu daerah, baik yang berasal dari produksi domestik maupun impor, adalah satu ukuran yang mencerminkan cukup tidaknya suplai pangan di daerah yang bersangkutan. Pertanyaan yang cukup mendasar selama ini adalah, apakah kecukupan tersebut mampu memenuhi kebutuhan gizi seluruh penduduk sesuai dengan standar yang dianjurkan?

Untuk menjawab hal itu diperlukan suatu alat untuk menilai tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah, baik negara, provinsi atau kabupaten, dalam kurun waktu tertentu. Salah satu alat yang lazim digunakan adalah Neraca Bahan Makanan (NBM) yang dalam bahasa asing disebut Food Balance Sheet.

NBM adalah suatu tabel yang terdiri atas kolom-kolom yang memuat informasi berupa data tentang situasi dan kondisi penyediaan pangan suatu wilayah, baik negara, provinsi maupun kabupaten, dalam suatu kurun waktu tertentu. NBM memberikan gambaran tentang jumlah dan jenis pangan yang tersedia untuk dikonsumsi langsung oleh penduduk, dalam bentuk fisik (kg per kapita per tahun atau gram per kapita per hari), maupun dalam bentuk zat gizi (energi, protein dan lemak) per kapita per hari.

Berdasarkan metoda yang disepakati Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian, total bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi langsung oleh penduduk terdiri dari: jumlah yang diproduksi dalam wilayah bersangkutan ditambah dengan jumlah yang di impor/ dimasukkan, ditambah stok; dikurangi jumlah yang diekspor/dikeluarkan untuk bibit/benih, makanan ternak, bahan baku industri pangan dan nonpangan, serta jumlah penyusutan/ pemborosan/tercecer.

NBM dapat digunakan sebagai salah satu alat perencanaan makro di bidang pangan dan gizi, karena memberikan informasi untuk:
 (1) menilai apakah ketersediaan pangan yang ada (energi dan protein) telah mencukupi, bila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan;
(2) melihat jenis-jenis pangan yang dominan diproduksi maupun dikonsumsi di suatu daerah,
(3) mengetahui ketergantungan wilayah terhadap jenis-jenis pangan impor baik dari luar negeri maupun luar daerah.

Penyusunan NBM secara global di berbagai negara dimulai pada masa Perang Dunia Kedua, karena negara-negara yang terlibat dalam perang mengalami krisis pangan yang harus diatasi dengan segera. Pada tahun 1946 Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, yaitu Food and Agriculture Organization (FAO) memelopori penyusunan metoda NBM untuk menyusun neraca pangan di 70 negara anggotanya.

Di Indonesia, NBM mulai disusun pada tahun 1963 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk keperluan intern, dengan bantuan tenaga ahli dari FAO. Pada saat itu NBM yang diterbitkan untuk masa tiga tahunan, baru pada tahun 1968 NBM mulai disusun setiap tahun.

Melihat begitu pentingnya penyusunan NBM ini, sejak tahun 1975 pemerintah membentuk Tim NBM nasional yang beranggotakan unsur-unsur dari Departemen Pertanian, BPS dan instansi terkait, yang menyusun Buku Pedoman Penyusunan NBM, serta menyajikan NBM sejak Pelita I sampai sekarang. Untuk keperluan regional sejak tahun 1979 melalui koordinasi Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian di tingkat provinsi dibentuk Tim NBM beranggotakan instansi terkait dan menyusun NBM tahunan untuk tingkat provinsi.

NBM Regional
Menyadari pentingnya NBM, sejak tahun 1968 sampai sekarang, Tim NBM Nasional secara teratur menyusun dan menyajikan data statistik penyediaan pangan ini. Di tingkat provinsi, hingga tahun 1998 NBM Regional ini sudah dilaksanakan oleh 27 provinsi, tetapi dengan perubahan sistem pemerintahan otonomi daerah penyusunan NBM Regional di beberapa provinsi tidak lagi dilanjutkan.

Sampai saat ini NBM merupakan satu-satunya metode yang dapat menggambarkan situasi ketersediaan pangan sampai ke tingkat konsumen, walaupun datanya bersifat makro. Dalam penyusunan NBM ditemui beberapa permasalahan yang perlu dilakukan penyempurnaan, antara lain:
(1) angka konversi atau besaran-besaran dari hasil studi atau konsensus yang sudah terlalu lama sehingga perlu ditinjau dan diperbaharui kembali.

(2) data pergerakan pangan keluar/masuk antar wilayah sulit diperoleh karena tidak berfungsinya jembatan timbang di daerah perbatasan antar wilayah yang memonitor keluar masuknya pangan, sehingga perlu dicari metode pemantauan yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini;
(3) data penggunaan masing-masing jenis pangan untuk industri tidak tersedia dengan baik, untuk itu kajian yang memanfaatkan tabel Input-output, diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat dalam menyusun NBM; dan
(4) Selama ini NBM yang disajikan selalu terlambat, pada tahun 2003 disusun NBM tahun 2001 (tetap) dan 2002 (sementara), untuk itu perlu disusun NBM 2003 (prediksi).

Perwujudan ketahanan pangan pada era otonomi daerah saat ini merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Dalam kaitan itu NBM-Regional, yang memuat informasi penting tentang situasi ketersediaan pangan di wilayah, mempunyai arti yang sangat strategis. Informasi yang dikandung dalam NBM berguna sebagai dasar perumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang sesuai dengan kondisi setempat. Sayangnya, sejak otonomi daerah berlangsung hanya sebagian kecil provinsi yang menyusun NBM karena berbagai alasan. Karena arti penyusunan NBM tersebut perlu digiatkan kembali baik di tingkat provinsi bahkan tingkat kabupaten/kota.


Monday, November 21, 2011

Skor Pola Pangan Harapan Kota Medan 86,4


Skor Pola Pangan Harapan Kota Medan 86,4
MEDAN | DNA - Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Kota Medan tahun 2010 sebesar 86,4, skor ini didapat setelah pemerintah Kota Medan melalui berbagai kegiatan yaitu pertemuan, pelatihan dan ssosialisasi percepatan penganekaragaman konsumsi pangan di 21 kecamatan, selain itu juga digelar perlombaan dan pameran gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi sumber daya lokal.
Hal ini dikatakan Pj Walikota Medan di wakili Asisten Kesejahteraan Masyarakat Drs H Farid Wajedi pada acara penyuluhan pangan alternatif Kota Medan 2010, Rabu, (19/5) di gedung Darma Wanita Medan, dihadiri para kader PKK, pengurus PKK kecamatan/kelurahan dan para camat se Kota Medan.
Untuk 2015 nanti sasaran pencapaian skor pola pangan harapan Kota Medan diharapkan dapat mencapai sasaran sebesar 95 dengan pengurangan konsumsi beras sebesar 1,5 persen pertahun, untuk pencapaian tersebut dilakukan upaya percepatan melalui program unggulan, seperti percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalaui berbagai kegiatan antaranya, produk pangan spesifik daerah, home industri, pengembangan bisnis pangan pada usaha mikro kecil dan menengah.
Menurutnya, penganekaragaman pangan adalah untuk memantapkan dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi dalam mendukung hidup sehat, aktif dan produktif, dan indicator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat adalah dengan skor pola pangan harapan.
Ketua TP PKK Kota Medan Nyonya Hj Fatimah Habibi mengatakan, masalah pangan bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat, untuk Badan Ketahanan Pangan Kota Medan bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK Kota Medan melakukan penyuluhan/sosialisasi tentang sumber pangan alterantif bagi kader PKK se Kota Medan.
Menurutnya, kebutuhan pangan alternative dapat kota peroleh dari pemanfataan pekarangan, maupun melalui media pot, sperti tanaman ubi, keladi, cabai dan tanaman lainnya, dan setelah penyuluhan ini diharapkan para kader dapat memasyarakatkan dan meningkatkan minat masyarakat mengkonsumsi panganan lokal sebagai panganan alternatif.
“ Kegiatan  ini cukup baik karena kegiatan ini kita dapat membekali para kader dibidang pengetahuan tentang ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan dengan cara mengkonsumsi makanan non beras menjadi makanan alternatif yang harus kita lakukan pada saat ini, “ ujar ketua TP PKK Kota Medan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kota Medan Ir Hj Eka R Yanti Danil MM mengatakan, dilihat dari segi kemandirian pangan maka penganekaragaman konsumsi pangan alternatif dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada satu jenis pangan yaitu komoditi beras perkapita di Indonesiasebesar 139,15 kg/tahun.
Dikatakannya, salah satu strategi nasional untuk menurunkan konsumsi beras yang saat ini sedang dikampanyekan oleh pemerintah pusat adalah “ Satu hari tanpa beras” jika ini dapat dilaksanakan di Kota Medan satu kali dalam satu minggu tidak mengkonsumsi beras, maka beras yang dapat dihemat adalah sebesar 20,16 kg/kapita/tahun atau dengan jumlah penduduk sebesar 2.121.053 jiwa, maka konsumsi beras di Kota Medan dapat dihemat sebesar 42.760 ton/tahun.

Sunday, November 20, 2011

BKM/LKM SEBAGAI ORGANISASI NIRLABA


BKM/LKM
SEBAGAI ORGANISASI NIRLABA

Sebagai suatu organisasi nirlaba, BKM/LKM lebih berorientasi pada visi/misinya ketimbang untuk mencari keuntungan (laba), yaitu mendukung, mendorong serta memperperkuat berbagai kepentingan masyarakat guna perbaikan sehingga menjadi lebih baik.
Keuntungan yang diperoleh oleh BKM /LKM selama menjalankan kegiatan-kegiatannya akan didayagunakan kembali melalui penyelenggaraan berbagai program kerja dalam rangka pencapaian visi/misi keberadaan BKM/LKM. Hal inilah juga yang membedakannya dengan organisasi profit. Pada organisasi profit, yang memang berorientasi semata keuntungan, berbagai laba yang diperolehnya akan
dinikmati hanya oleh pihak-pihak yang menjadi “pemiliknya”.

·        Ciri-ciri Organisasi Profit dan Nonprofit (BKM/LKM)

A.    Aspek Organisasi Profit BKM/LKM

1.      Kepemilikan
Pendiri, Pemilik Modal Komunitas, Pengelola ditetapkan berdasarkan musyawarah komunitas

2.  Orientasi

Keuntungan Ekonomi (Laba) Keuntungan yang diperoleh dinikmati oleh pemilik. Visi/misi: Pemberdayaan masyarakat. Keuntungan yang diperoleh didayagunakan kembali untuk menjalankan berbagai program kerja guna mencapai visi/misi

3.   Sumber Pendanaan
Investor dan Pengguna jasa/produk,Donasi, CSR, APBN/APBD
4.   Jenis Layanan
Produk dan atau Jasa Layanan Berbagai program dan layanan untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan dan layanan public komunitas yang dilayaninya



5.      Pertanggungjawaban
Pada pemilik dan investor, Komunitas yang dilayaninya, Publik, serta Pihak-pihak yang menjadi sumber pendanaan. Sebagai suatu organisasi nirlaba, BKM/LKM membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan kriteria-kriteria pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada pertimbangan ekonomi semata, Namun, terutama pada perbaikan dan peningkatan kehidupan komunitas yang dilayaninya; Memberdayakan sesuai dengan konteks hidup dan potensipotensi kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati merupakan ciri khas pelayanan organisasiorganisasi nirlaba.
Manusia, di dalam organisasi nirlaba (BKM/LKM), menjadi pusat sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan gender, keadilan, dan kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Pengelolaan BKM/LKM, membutuhkan kepedulian dan integritas pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat
















Komponen-komponen dalam Pengelolaan Organisasi Nirlaba
Suatu organisasi adalah sebuah sistem terbuka yang dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungannya.
Demikian pula halnya dengan organisasi nirlaba semacam BKM/LKM. BKM/LKM bukanlah suatu organisasi
yang tertutup. Keberadaan BKM/LKM sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada di komunitasnya,
baik itu faktor sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain-lain. Kehadiran BKM/LKM dengan visi/misinya
pun juga sesungguhnya adalah untuk mempengaruhi dan mendorong komunitasnya untuk menangani
berbagai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan.
Situasi saling mempengaruhi tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:

Untuk mencapai visi/misinya, BKM/LKM mendayagunakan sumberdaya yang ada di lingkungannya sebagai
suatu masukan (input). BKM/LKM kemudian mengelola dan menjadikannya sebagai suatu layanan bagi
KSM dan komunitas. BKM/LKM pun berinteraksi dengan lingkungannya sebagai suatu subsistem dari
sebuah sistem yang lebih besar.
Untuk mengelola dan menjalankan berbagai layanan bagi KSM dan komunitasnya, BKM/LKM ditopang
oleh 3 komponen utamanya sebagai suatu subsistem dari sistem kelembagaan BKM/LKM. Ketiga
komponen utama tersebut adalah sebagai berikut:

Subsistem
Manajemen
Merupakan subsistem yang menentukan visi/misi, tujuan, strategi,
berbagai kebijakan dan aturan, prosedur, pelaksanaan, tugas, dan ukuranukuran
hasil yang dicapai oleh BKM/LKM. Subsistem manajeman
menentukan cara-cara BKM/LKM berinteraksi dengan lingkungannya.
Dengan demikian, juga menentukan kedua subsistem lainnya, yaitu
manusia dan tugas.
Subsistem
Manusia
BKM/LKM membutuhkan orang-orang untuk menjalankan berbagai fungsi
yang ada di dalam subsistem manajemen. BKM/LKM melakukan upaya
untuk menarik orang-orang dan menempatkannya segera setelah
bergabung. BKM/LKM melakukan sejumlah upaya agar para pengelolanya
memiliki kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi subsistem
manajemen.
Subsistem
Tugas
Subsistem tugas adalah bagian yang merubah masukan sumberdaya utama
yang digunakan oleh BKM/LKM menjadi suatu layanan bagi KSM dan
komunitasnya.
Ketiga subsistem utama kelembagaan BKM/LKM tersebut saling berinteraksi dan saling. Perubahan pada
salah satu akan mempengaruhi yang lain. Misalnya, suatu kebijaksanaan yang baru akan langsung
segera mempengaruhi cara kerja dan pandangan para pengelola serta relawan terhadap pekerjaannya.
Demikian pula halnya dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar BKM/LKM akan segera
mempengaruhi satu atau lebih subsistem kelembagaan BKM/LKM. Misalnya, sumber dana utama
BKM/LKM berhenti atau berkurang drastis. Hal ini akan mempengaruhi subsistem manajemen. Pada saat
bersamaan, para pengelola tentunya akan merasakan berbagai perubahan dan mereka akan bereaksi
terhadap perubahan tersebut. Pada akhirnya, berbagai penyesuaian yang terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya dana akan mempengaruhi subsistem tugas.
Berbagai perubahan yang terjadi di luar BKM/LKM telah, sedang, dan akan terus berlangsung. Terlebih
perubahan-perubahan yang terjadi di bidang teknologi. Penggunaan komputer dan internet telah
mengubah secara dramatis pandangan orang-orang tentang cara kerja. Pada organisasi perusahaan
perakitan, misalnya, perubahan teknologi bisa berdampak terhadap nasib kaum buruh, yakni pemutusan
hubungan kerja.

Saturday, November 19, 2011

makalah visual basic


MAKALAH
APLIKASI PENGOLAHAN DATABASE TERPADU


Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas pada mata kuliah PBO 1

Oleh :
RISCHI ANANTA PUTRA
NIM : 0961206
PRODI : D3 MI / Lokal A. Extensi
Dosen Pembimbing : ROMI




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN  CURUP
BAB I
PENDAHULUAN
1.       1. Latar Belakang
Visual Basic 6.0 adalah bahasa pemrograman berbasis Windows. Saat ini, Visual  Basic  adalah  salah  satu  bahasa  pemrograman  yang  terbaik.  Visual  Basic merupakan  pengembangan  dari  Basic.  Basic  (Beginner’s  All-purpose  Symbolic  Instruction  Code)  adalah  sebuah  bahasa  pemrograman  “kuno”  yang  merupakan awal  dari  bahasa-bahasa  pemrograman  tingkat  tinggi  lainnya.  Basic  dirancang pada  tahun  1950-an  dan  ditujukan  untuk  dapat  digunakan  oleh  para  programer pemula. Biasanya Basic diajarkan untuk para pelajar sekolah menengah yang baru mengenal  komputer,  serta digunakan  untuk pengembangan  program “cepat  saji” yang ringan dan menyenangkan. Walaupun begitu, peran Basic lebih dari sekedar itu saja. Banyak programer andal saat ini memulai  karirnya dengan mempelajari Basic.  Sebagai  bahasa  pemrograman  yang  mutakhir,  Visual  Basic  6.0  didesain untuk dapat memanfaatkan fasilitas Windows, khususnya Windows 95/97/98 dan Windows  NT.  Visual  Basic  6.0  juga  merupakan  bahasa  pemrograman  Object  Oriented  Programming  (OOP),  yaitu  pemrograman  yang  berorientasi  objek. Visual Basic 6.0 menyediakan objek-objek yang sangat kuat, berguna, dan mudah dipakai.  Dengan  fasilitas  tersebut,  membuat  Visual  Basic  6.0  menjadi  begitu diinginkan oleh programmer.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Visual  Basic  adalah  bahasa  pemprograman  windows  yang  berbasis  grafis (GUI-Graphical  User  Interface).  Sifat  bahasa  pemprogramannya  adalah eventdriven,  artinya  program  akan  terjadi  jika  ada  respon  dari  pemakai  berupa event/kejadian  tertentu  (tombol  diklik,  mouse  ditekan  dan  lain-lain).  Saat  event terjadi maka kode yang berhubungan dengan event akan dijalankan.Dalam  Visual  Basic,  pembuatan  aplikasi  dimulai  dengan  memperkirakan kebutuhan,  merancang  tampilan  dan  selanjutnya  diikuti  dengan  pembuatan  kode untuk program tersebut.Pada  bagian  ini  akan  dijelaskan  tentang  pengenalan  program  Visual  Basic dalam  pembuatan  aplikasi  Windows.  Menjalankan  program  Visual  Basic  sama dengan  menjalankan  program  windows  lainnya,  yaitu  dengan  mengklik  ganda icon yang digunakan untuk menjalankan program.
Fasilitas Visual Basic
Di dalam lingkungan Visual Basic, terdapat berbagai macam komponen, yaitu:
1.       Control Menu
Control Menu adalah menu yang digunakan terutama untuk memanipulasi jendela Visual Basic. Dari menu ini anda dapat mengubah ukuran, memindahkannya, atau menutup jendela.
2.       Menu
Menu Visual Basic berisi  semua  perintah Visual Basic yang dapat dipilih  untuk melakukan  tugas  tertentu.  Isi  dari  menu  ini  sebagian  hampir  sama  dengan program-program Windows pada umumnya.
3.       Toolbar
Toolbar  adalah  tombol-tombol  (shortcut)  yang  mewakili  suatu  perintah  tertentu dari Visual Basic.
4.       Form Window
Form  Window  atau  jendela  formadalah  daerah  kerja  utama  tempat  membuat program-program aplikasi Visual Basic.
5.       Toolbox
Toolbox  adalah  sebuah  “kotak  piranti”  yang  mengandung  semua  objek  atau ‘kontrol’  yang  dibutuhkan  untuk  membentuk  suatu  program  aplikasi.  Kontrol adalah  suatu  objekyang  akan  menjadi  penghubung  antara  program  aplikasi  dan user-nya, dan yang kesemuanya harus diletakkan di dalam jendela form.
6.       Project Explorer
Jendela  Project  Explorer  adalah  jendela  yang  mengandung  semua  file  di  dalam aplikasi  Visual  Basic.  Setiap  aplikasi  dalam  Visual  Basic  disebut  dengan  istilah project  (proyek),  dan  setiap  proyek  bisa  mengandung  lebih  dari  satu  file.  Pada Project  Explorer  ditampilkan  semua  file  yang  terdapat  pada  aplikasi  (proyek), misalnya form, modul, class, dan sebagainya.
7.       Jendela Properties
Jendela  Properties  adalah  jendela  yang  mengandung  semua  informasi  mengenai objek yang terdapat pada aplikasi Visual Basic. Properti adalah sifat dari sebuah objek, misalnya seperti nama, warna, ukuran, posisi, dan sebagainya.
8.       Form Layout Window
Form Layout Window adalah jendela yang menggambarkan posisi dari form yang ditampilkan  pada  layer  monitor.  Posisi  form  pada  Form  Layout  Window  inilah yang  merupakan  petunjuk  tempat  aplikasi  akan  ditampilkan  pada  layar  monitor saat dijalankan.
9.       Jendela Code
Jendela  Code  adalah  salah  satu  jendela  yang  penting  di  dalam  Visual  Basic. Jendela  ini  berisi  kode-kode  program  yang  merupakan  instruksi-instruksi  untuk aplikasi Visual Basic yang dibuat.




BAB III
PEMBAHASAN
MENGENAL VISUAL BASIC
Visual  Basic  (yang  sering  juga  disebut  dengan  VB)  selain  disebut  sebagai sebuah  bahasa  pemrograman,  juga  disebut  sebagai  sarana  (tool)  untuk menghasilkan program-program aplikasi berbasiskan Windows.
·         Beberapa kemampuan atau manfaat dari Visual Basic di antaranya seperti :
·         Untuk membuat program aplikasi berbasis Windows.
·         Untuk  membuat  objek-objek  pembantu  program  seperti  misalnya  kontrol ActiveX, file help, aplikasi internet, dan sebagainya.
·         Menguji  program  (debugging)  dan  menghasilkan  program  akhir  berakhiran EXE yang bersifat executable atau dapat langsung dijalankan.
Visual Basic merupakan  pengembangan dari  Basic.  Basic  (Beginner’s All-purpose Symbolic Instruction Code)  adalah sebuah bahasa pemrograman  “kuno” yang  merupakan  awal  dari  bahasa-bahasa  pemrograman  tingkat  tinggi  lainnya. Basic  dirancang  pada  tahun  1950-an  dan  ditujukan  untuk  dapat  digunakan  oleh para  programer  pemula.  Biasanya  Basic  diajarkan  untuk  para  pelajar  sekolah menengah  yang baru mengenal  komputer,  serta digunakan untuk pengembangan program  “cepat  saji”  yang  ringan  dan  menyenangkan.  Walaupun  begitu,  peran Basic  lebih  dari  sekedar  itu  saja.  Banyak  programer  andal  saat  ini  memulai karirnya dengan mempelajari Basic. Sejak  dikembangkan  pada  tahun  80-an,  Visual  Basic  kini  telah  mencapai  versinya yang ke-6.
Beberapa keistimewaan utama dari Visual Basic 6 diantaranya seperti :
·         Menggunakan  platform  pembuatan  programan  yang  diberi  nama  Developer  Studio, yang memiliki tampilan.dan sarana yang sama dengan Visual C++ dan Visual J++. Dengan begitu Anda dapat berimigrasi atau belajar cepat bahasa pemrograman lainnya dengan mudah dan cepat tanpa harus belajar dari nol lagi.
·         Memiliki beberapa tambahan sarana  wizard  yang baru.  Wizard  adalah sarana yang  mempermudah  dalam  pembuatan  aplikasi  dengan  mengotomatisasi tugas-tugas tertentu.
·         Akses  data  lebih  cepat  dan  andal  untuk  membuat  aplikasi  database berkemampuan tinggi.

MEMULAI VISUAL BASIC
Untuk  menggunakan  program  Visual  Basic.  Jalankan  dahulu  program aplikasinya  melalui  menu  Start,  Run, dan  sebagainya.  Setelah  itu  akan  muncul  kotak  dialog  tentang  jenis  aplikasi  yang  ingin  dibuat.  Biasanya  untuk  membuat program aplikasi standar, pilihlah  Standard EXE  pada tab  New  lalu klik  Open, setelah itu akan tampil layar kerja.
Membuat Aplikasi Baru
Untuk  membuat  aplikasi  Visual  Basic  yang  baru  dapat  dilakukan  dengan langkah-langkah berikut ini:
1. Pilih menu File => New Project, atau tekan tombol Ctrl + N.
2. Kotak dialog New Project akan muncul, disitu terdapat berbagai jenis aplikasi.
Membuka Aplikasi yang Sudah Ada
1. Pilih menu File => Open Project atau takan Crtl + O.
2. Pada kotak dialog Open Project, klik tab Existing.
3. Carilah File proyek Visual Basic (biasanya berekstensi *.vbp).
4. Klik OK untuk membukanya.
Membuka Aplikasi Terakhir
1. Pilih menu File. Pada daftar menu yang muncul, di bagian bawah (dekat menu exit) terdapat
beberapa proyek ter akhir yang pernah dibuka.
2. Pilih proyek yang diinginkan
3. Jika yang diinginkan tidak terlampir, pilih File Open
4. Pada kotak dialog Open Project yang muncul, pilih tab Recent.
5 Pilih  proyek  Visual  Basic  yang  terdapat  pada  daftar  (dartar  ini  melampirkan proyek Visual Basic yang pernah dibuka terakhir kali).
6. Klik Open untuk membukanya.
Menutup Aplikasi
Jika  aplikasi  yang  tampil  tidak  dibutuhkan  lagi  dapat  ditutup  dengan  dua cara :
1. Pada menu, pilih File Remove Project, atau
2. Pada jendela Project Explorer, pilih nama proyek (pada direktori pohon paling atas).  Klik  kanan  tombol  mouse,  lalu  pada  menu  yang  muncul,  pilih  Remove Project.
Jika muncul kotak dialog, pilih Yes untuk menyimpan perubahan, No untuk tidak menyimpan perubahan, atau Cancel untuk tidak jadi menutup Visual Basic. Proses  penutupan  ini  juga  akan  dilakukan  sacara  otomatis  apabila  membuat proyek baru atau membuka proyek yang sudah ada.
CONTOH FORM DATA BASE :
http://ri32.files.wordpress.com/2011/03/32.png

Contoh Cara Membuat Aplikasi Shutdown dengan Visual Basic 6.0

      http://3.bp.blogspot.com/_w85bQ_HsI3s/TPz7tLdmX0I/AAAAAAAAABc/S1F7L6oFP0I/s320/New.png 

- Pilih standart Exe, kemudian klik tombol Open, maka akan muncul area kerja Visual Basic 6.0




http://1.bp.blogspot.com/_w85bQ_HsI3s/TPz8LNi6biI/AAAAAAAAABg/S2Q75bcmL-4/s1600/desain.png

- Dari gambar diatas, tambahkan 3 buah Command Button dari toolbox ke desain form
- Ubah juga nilai propertis pada masing-masing objek :
   - Form1 :
      - Caption : Aplikasi Shutdown
      - MaxButton : False
      - MinButton : False
      - BorderStyle : 1-FixedSingle
   - Command1 :
      - (Name) : Cmd_Shutdown
      - Caption : Shutdown
   - Command2 :
      - (Name) : Cmd_Restart
      - Caption : Restart
   - Command3 :
      - (Name) : Cmd_LogOff
      - Caption : Log Off
- Jika Command button telah ditambahkan dan nilai properties dari masing-2 objek telah diatur, sekarang atur desain form seperti gambar dibawah :
http://3.bp.blogspot.com/_w85bQ_HsI3s/TPz_mj6AgcI/AAAAAAAAABk/PfMaPwm26PQ/s1600/desain+jadi.png
- Jika form telah didesain seperti diatas, sekarang saatnya untuk penulisan listing code dengan cara menekan F7 atau mengklik 2x salah satu objek. kemudian ketikkan listing dibawah : 

Private Sub Cmd_Logoff_Click()
    Call Shell("C:\Windows\System32\Shutdown.exe -l -t 00", vbHide)
End Sub
Private Sub Cmd_Restart_Click()
    Call Shell("C:\Windows\System32\Shutdown.exe -r -t 00", vbHide)
End Sub
Private Sub Cmd_Shutdown_Click()
    Call Shell("C:\Windows\System32\Shutdown.exe -s -t 00", vbHide)
End Sub 

ingat jangan salah memasukan kodenya... jika salah, tombol fungsi tidak akan sesuai perintah..  tapi kalo buat isengin temen yaaaa...... terserah kalian...hehehe

Keterangan :
  -s = shutdown
  -r = restart

  -l = logoff
  -t 00 = interval waktu antara penekanan tombol shutdown dengan pemanggilan perintah shutdown.exe

Semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan teman-teman tentang Visual Basic dan Sistem Windows.

Wednesday, November 16, 2011

STRATEGI PERENCANAAN KESEHATAN


STRATEGI PERENCANAAN KESEHATAN
BAB I

I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam  pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur harapan hidup meningkat dari dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun (2003).Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah perkotaan cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.Angka kesakitan yang tinggi terjadi pada anak-anak dan usia di atas 55 tahun, dengan tingkat morbiditas lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sepuluh penyakit dengan prevalensi tertinggi adalah penyakit gigi dan mulut, gangguan refraksi dan penglihatan, ISPA, gangguan pembentukan darah (anemia) dan imunitas, hipertensi, penyakit saluran cerna, penyakit mata lainnya, penyakit kulit, sendi dan infeksi nafas kronik. Selain itu Indonesia juga menghadapi ”emerging diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases” seperti malaria dan TBC.Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas  dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat berjalan dengan optimal.Di bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220 obat. Penggunaan obat generik dan obat tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat nasional telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar. Pengawasan terhadap keamanan dan mutu obat dan makanan telah dilakukan lebih luas meliputi produk pangan, suplemen makanan, obat tradisional, kosmetika, produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan penyidikan kasus tindak pidana. Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM adalah inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan. Walaupun rasio SDM kesehatan telah meningkat, tetapi masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010 dan variasinya antar daerah masih tajam. Dengan produksi SDM kesehatan dari institusi  pendidikan saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai. Pada tahun 2003, rasio tenaga dokter 17.47,  dokter spesialis 5.2, Perawat 108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000  penduduk Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten. 




B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui gambaran masalah kesehatan masyarakat yang ada di 
Indonesia saat ini
2.      Untuk mengetahui strategi paradigma kesehatan.
3.      Untuk mengetahui konsep baru tentang makna sehat.4.      Untuk mengetahui sasaran dan strategi utama pembangunan kesehatan. . 
II.PEMBAHASAN

 A.  Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, GAKY terutama didaerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasisiwa, anak-anak usia sekolah, masih tingginya angka BBLR, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secarasungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusiaIndonesia di masa yang akan datang. Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini padadasarnya telah menciptakan bebab ganda (double burden) masalah kesehatan.
1.   Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sermentara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung.

2.  Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis.
3.   Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.4.      Tansisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern yang cenderung membawa risiko.Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau sakit . Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep pembagunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain:
1.   Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi.
2.   Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.
3.   Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)
4.   Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.
5.   Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.
6.   Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
7.   Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
8.   Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan  merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
9.   Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.
B.     Strategi Paradigma Kesehatan
Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran manusia terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman ataupun dari penelitian.
Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka memasuki era reformasi untuk
Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikirdan konsep dasar sdtrategispembangunan kesehatan dal;am bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dn penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan.
Untuk membentuk manusia, Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tiadk bias dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan adalah paradigma atau konsep yang semula menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi dalam pembangunan.
C.  Konsep Baru Tentang Makna Sehat
Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan yunani bahwa sehat itu sebagai virtue, sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.
Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi Cartesian yang verorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan unsure hidup produktif social dan ekonomi.Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif.
1.      Paradigma Baru Kesehatan

Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakt baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Setelah deklarasi Alma Ata HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama (1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan oleh:
a.      Transisi epidemiology pergeseran angka kesakitan dan kematian yang semula disebabkan oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.
b.      Perubahan konsep dari Cartesian ke holistic fiosofi.
c.      Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana
d.      Makin jelasnya pemahaman kita tentang factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan penduduk.Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam tulisannya secara jelas mengatakan bahwa “ status kesehatan penduduk bukanlah hasil pelayanan medis semata-mata”. Akan tetapi factor-faktor lain seperti lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan terhadap status kesehatan penduduk, dimana perubahan pemahaman dan pengetahuan tentang determinan kesehatan trsebut, tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti membuat peraturan perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan upaya promotif dan preventif sebagaimana tujuan program kesehatan dalam GBHN.
2.      Upaya KesehatanProgram kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam jangka panjang dapat menjadi bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri, maka untuk menyongsong PJP-II program kesehatan yang diperlukan adalah program kesehatan yang lebih “efektif” yaitu program kesehatan yang mempunyai model-model pembinaan kesehatan (Health Developmenn Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang 

diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.     Mempersiapkan bahan
baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun mendatang.
b.     Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.
c.     Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif.
d.     Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.
e.     Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh (Peningkatan vitalitas). Pendusuk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.
f.      Pencegahan penyakit melalui imunisasi: bumil, bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran.
g.     Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta perlindungn masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan perilaku)
h.     Penggerakan peran serta masyarakat.
i.       Penciptaan lingkungn yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat.
j.       Pendekatan multi sector dan inter disipliner.
k.      Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
l.        Penyelenggaraan pelayanan kesehatan desar bagi yang sakit.
Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan.
3.      Kebijakan Kesehatan Baru
Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dbandingkan dengn upaua kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik kebijakan Depkes dal;am menangni kesehatan penduduk yang berarti program kesehatan yang menitik beratkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan bahwa hampur setiap terobosan baru perlu didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama. Upaya kesehatan di masa dating harus mampu menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat mengantarkan setiap penduduk memiliki status kesehatan yang cukup.
4.      Konsekuensi Implikasi dari Perubahan ParadigmaPerubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya kesehaan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif proaktif, community centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan kesehatan.
5.      Indikator Kesehatan Indicator-indikator kesehatan yang digunakan dewasa ini yaitu IMR,CDR, One Expectancy, masih cocok disebut sebagai indicator kesehatan penduduk.
Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah indicator positif, bukan hanya indicator negatif (sakit,mati) yang dewasa ini masih dipakai. WHO menyarankan agar sebagai indicator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut:
a.       Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang.
b.       Mengukur kemampuan fisik
c.       Penilaian atas kesehatan sendiri
d.       Indeks massa tubuh
e.       BMI INDIKTOR NEGATIF - INDIKATOR POSITIF
Kurang sesuai dengan paradigma sehatLebih mudah diukurAngka kesakitanAngka kematianAngka kematian bayiAngka aborsiRasio dokter/pendudukYears of disable lifeBerat/tinggi badanSmoking related diseasesBanyaknya air terkontaminasi Sesuai dengan paradigma baruAgak sulit diukurAngka kesehatanAngka kesehatan ibuChild survival rateAngka hari produktifRasio penyuluh/pendudukYears of disability-free lifeFat kevel comsumtionSmoking related healthJumlah penyediaan air bersih.
6.      Tenaga Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan penyembuhan penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan  dan pembinaan bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individual.
Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotifasi dan memberdayakan masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu mengelola system pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinan dan teladan hidup sehat.
7.      Pemberdayaan Masyarakat
Dalam pembinaan dan pemberdayaan mayarkat yang sangat penting adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka.
8.      Kesehatan dan Komitmen Politik.Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik.Dewasa ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak banyak berperan terhadap pembangunan social ekonomi.
Para penentu kebijakan banyak beranggapan sector kesehatan lebih merupakan sector konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sector ini tidak akan meningkat.
D.  Strategi dan Sasaran Utama Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di tengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakin pelik, dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya. Dalam mengatasi masalah kesehatan dapat digunakan beberapa strategi utama, antara lain: Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.  Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.  Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit; di setiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu.
Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia.
Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah :
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atu akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya program pembangunan nasional tersebut harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal. Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap pembentukkan peilaku sehat. Adalah amat diharapkan setiap program pembangunan yang diselenggarakan di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat tersebut. Sedangkan secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Jika diketahui pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakn melalui upaya promotif dan preventif, bukan upaya kuratif dan rehabilitatif, maka seyogyanyalah kedua pelayanan yang pertaama tersebut dapat lebih diutamakan. Untuk terselengggaranya pembangunan berwawasan kesehatan perlu dilaksanankan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan sehingga semua pihak yang terkait (stakeholders) memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu, perlu pula dilakukan kegiatan penjabaran lebih lanjut dari konsep tersebut sehingga benar benar menjadi operasional serta terukur segala pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
2. Profesionalisme Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika. Untuk terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung oleh penerapan pelbagaikemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untukterwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, jelaslah pengembangan sumber daya manusia kesehatan dipandang mempunyai peranan yang amat penting. Pelayanan kesehatan profesional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana, yakni sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Lebih dari itu, untuk terselenggaranya pelayanan kesehatanyang bermutu, perlu pula didukung oleh penerapan nilau-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, semua tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi. Pelaksanaan perilaku yang dituntut dari tenaga kesehatan seperti diatas perlu dipantau secara berkala melalui kerjasama dengan pelbagai organisasi profesi. Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan peningkatan kualitas lainnya.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam pembiayaan. JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam turut mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan Dalam konteks penataan sub sistem pelayanan kesehatan, strategi JPKM akan lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, yang apabila berhasil dilaksanakan, dinilai lebih efektif dan efisien dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di samping berpengaruh positif pula dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk terselenggaranya strategi tersebut akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan untuk semua pihak yang terkait sehingga mereka memahami konsep dan program JKPM. Selain itu, akan dikembangkan pula peraturan perundang-undangan, pelatihan Badan Pelaksana JPKM, dan pengembangan unit pembina JPKM agar strategi JPKM dapat terlaksana dengan baik.
4. Desentralisasi Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Desentralisasi yang inti pokoknya adalah pendelegasian wewenang yang lebihbesar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintahan dan rumah tangga sendiri memang dipandang lebih sesuai untuk pengelolaan pelbagai pembangunan nasional pada masa mendatang. Tentu saja untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan, termasuk yang terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya manusianya. Untuk terselenggarnya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa dan penentuan peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa kemampuan daerah, pengembangan sumber daya manusia daerah, pelatihan, penempatan kembali tenaga dan lain-lain kegiatan sehingga strategi desentralisasi dapat terlaksana secara nyata.Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut:
1.      Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;
2.      Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
3.      Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
4.      Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;
5.      Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;
6.      Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;
7.      Meningkatnya cakupan imunisasi;
8.      Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;
9.      Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;
10.    Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;
11.    Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional;
12.    Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan;
13.    Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia;
14.    Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang ditetapkan; dan
15.    Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan kesehatan.Berdasarkan Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, telah ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian sasaran tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan kesehatan
yaitu :
  • Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun
  • Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup
  • Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup
  • Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8 % menjadi 20%.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan telah bertekad untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut :
- Berpihak pada Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan agama, dan status sosial ekonomi.
- Bertindak cepat dan tepat.
Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat harus dilakukan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan yang cermat, sehingga dapat mengenai sasaran dengan intervensi yang tepat.
- Kerjasama tim
Dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme
- Integritas tinggi.
Dalam melakasanakan tugas, semua anggota Departemen Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran, berkepribadian yang teguh, dan bermroral tinggi.
- Transparan dan akuntabilitas
Semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakaan oleh Departemen Kesehatan, harus dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dan depertanggungugatkan kepada publik. 
III. KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN
Paradigma sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan kesehatan yang memandang masalah kesehatan sebagai suatu variable kontinyu, direncanakan dalam suatu system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang senantiasa bersifat promotif untuk mengentaskan kesehatan masyarkat, oleh tenaga kesehatan professional bersama masyarakat yang partisipatif Selain itu, dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan masyarakat tidak semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan memakai indicator negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka kesehatan (indicator Positif). Nilai indicator positif ini diperoleh sebagai dampakdari upaya kesehatan promotif yang telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan professional dan didukung besarnya penempatan biaya upaya promotif yang sesuai.
Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat dititik beratkan pada: 
1.      Promosi kesehatan, peningkatan vatalitas penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan vitamin.
2.      Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak.
3.      Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan serta perlindungan masyarakat terhadap penganruh buruk (melalui perubahan perilaku).
4.      Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis.
Paradigma sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan untuk semua sehat di tahun 2010, diamana mengarah kepada mempertahankan kondisi sehat dan tidak sakit dan produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan preventif ketimbang upaya kuratif yang hanya menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.
B.     SARAN
1.      Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2.      Komitmen dan kerjasama antara Negara berkembang dengan Negara maju untuk  mencapai MDG.
3.      Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karenan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya pembangunan kesehatan khususnya di indonesia.
4.      Peningkatan pemberdayakan masyarakat, kerjasama dengan semua pelaku pembangunan kesehatan, khususnya dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) di semua jenjang administrasi pemerintahan dalam pembangunan kesehatan.
5.      Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap sekarang ini harus diarahkan pada upaya bagaimana membina bangsa yang sehat dan bukan bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.