Pages

Tuesday, November 22, 2011

Arti Strategis Neraca Bahan Makanan Regional


Arti Strategis Neraca Bahan Makanan Regional

Stomach cannot wait, merupakan ungkapan yang tepat mengenai begitu pentingnya arti dan kedudukan pangan dalam segala aspek kehidupan manusia. Konsekuensinya, ketersediaan pangan mutlak diperlukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

Penyediaan pangan yang cukup, beragam, bergizi dan berimbang, baik secara kuantitas maupun kualitas, merupakan fondasi yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa. Kekurangan pangan berpotensi memicu keresahan berdampak pada masalah sosial, keamanan, dan ekonomi.

Besarnya persediaan pangan suatu daerah, baik yang berasal dari produksi domestik maupun impor, adalah satu ukuran yang mencerminkan cukup tidaknya suplai pangan di daerah yang bersangkutan. Pertanyaan yang cukup mendasar selama ini adalah, apakah kecukupan tersebut mampu memenuhi kebutuhan gizi seluruh penduduk sesuai dengan standar yang dianjurkan?

Untuk menjawab hal itu diperlukan suatu alat untuk menilai tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah, baik negara, provinsi atau kabupaten, dalam kurun waktu tertentu. Salah satu alat yang lazim digunakan adalah Neraca Bahan Makanan (NBM) yang dalam bahasa asing disebut Food Balance Sheet.

NBM adalah suatu tabel yang terdiri atas kolom-kolom yang memuat informasi berupa data tentang situasi dan kondisi penyediaan pangan suatu wilayah, baik negara, provinsi maupun kabupaten, dalam suatu kurun waktu tertentu. NBM memberikan gambaran tentang jumlah dan jenis pangan yang tersedia untuk dikonsumsi langsung oleh penduduk, dalam bentuk fisik (kg per kapita per tahun atau gram per kapita per hari), maupun dalam bentuk zat gizi (energi, protein dan lemak) per kapita per hari.

Berdasarkan metoda yang disepakati Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian, total bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi langsung oleh penduduk terdiri dari: jumlah yang diproduksi dalam wilayah bersangkutan ditambah dengan jumlah yang di impor/ dimasukkan, ditambah stok; dikurangi jumlah yang diekspor/dikeluarkan untuk bibit/benih, makanan ternak, bahan baku industri pangan dan nonpangan, serta jumlah penyusutan/ pemborosan/tercecer.

NBM dapat digunakan sebagai salah satu alat perencanaan makro di bidang pangan dan gizi, karena memberikan informasi untuk:
 (1) menilai apakah ketersediaan pangan yang ada (energi dan protein) telah mencukupi, bila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan;
(2) melihat jenis-jenis pangan yang dominan diproduksi maupun dikonsumsi di suatu daerah,
(3) mengetahui ketergantungan wilayah terhadap jenis-jenis pangan impor baik dari luar negeri maupun luar daerah.

Penyusunan NBM secara global di berbagai negara dimulai pada masa Perang Dunia Kedua, karena negara-negara yang terlibat dalam perang mengalami krisis pangan yang harus diatasi dengan segera. Pada tahun 1946 Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, yaitu Food and Agriculture Organization (FAO) memelopori penyusunan metoda NBM untuk menyusun neraca pangan di 70 negara anggotanya.

Di Indonesia, NBM mulai disusun pada tahun 1963 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk keperluan intern, dengan bantuan tenaga ahli dari FAO. Pada saat itu NBM yang diterbitkan untuk masa tiga tahunan, baru pada tahun 1968 NBM mulai disusun setiap tahun.

Melihat begitu pentingnya penyusunan NBM ini, sejak tahun 1975 pemerintah membentuk Tim NBM nasional yang beranggotakan unsur-unsur dari Departemen Pertanian, BPS dan instansi terkait, yang menyusun Buku Pedoman Penyusunan NBM, serta menyajikan NBM sejak Pelita I sampai sekarang. Untuk keperluan regional sejak tahun 1979 melalui koordinasi Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian di tingkat provinsi dibentuk Tim NBM beranggotakan instansi terkait dan menyusun NBM tahunan untuk tingkat provinsi.

NBM Regional
Menyadari pentingnya NBM, sejak tahun 1968 sampai sekarang, Tim NBM Nasional secara teratur menyusun dan menyajikan data statistik penyediaan pangan ini. Di tingkat provinsi, hingga tahun 1998 NBM Regional ini sudah dilaksanakan oleh 27 provinsi, tetapi dengan perubahan sistem pemerintahan otonomi daerah penyusunan NBM Regional di beberapa provinsi tidak lagi dilanjutkan.

Sampai saat ini NBM merupakan satu-satunya metode yang dapat menggambarkan situasi ketersediaan pangan sampai ke tingkat konsumen, walaupun datanya bersifat makro. Dalam penyusunan NBM ditemui beberapa permasalahan yang perlu dilakukan penyempurnaan, antara lain:
(1) angka konversi atau besaran-besaran dari hasil studi atau konsensus yang sudah terlalu lama sehingga perlu ditinjau dan diperbaharui kembali.

(2) data pergerakan pangan keluar/masuk antar wilayah sulit diperoleh karena tidak berfungsinya jembatan timbang di daerah perbatasan antar wilayah yang memonitor keluar masuknya pangan, sehingga perlu dicari metode pemantauan yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini;
(3) data penggunaan masing-masing jenis pangan untuk industri tidak tersedia dengan baik, untuk itu kajian yang memanfaatkan tabel Input-output, diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat dalam menyusun NBM; dan
(4) Selama ini NBM yang disajikan selalu terlambat, pada tahun 2003 disusun NBM tahun 2001 (tetap) dan 2002 (sementara), untuk itu perlu disusun NBM 2003 (prediksi).

Perwujudan ketahanan pangan pada era otonomi daerah saat ini merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Dalam kaitan itu NBM-Regional, yang memuat informasi penting tentang situasi ketersediaan pangan di wilayah, mempunyai arti yang sangat strategis. Informasi yang dikandung dalam NBM berguna sebagai dasar perumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang sesuai dengan kondisi setempat. Sayangnya, sejak otonomi daerah berlangsung hanya sebagian kecil provinsi yang menyusun NBM karena berbagai alasan. Karena arti penyusunan NBM tersebut perlu digiatkan kembali baik di tingkat provinsi bahkan tingkat kabupaten/kota.


No comments:

Post a Comment